Pendakian kedua gue.
Dapet dosen yang enak buat cabut-cabut. 2014 gue berangkat ke Ciremai.
Gunung Ciremai, puncak
tertinggi di Jawa Barat. Yang gue udah lupa persisnya tanggal berapa karena
semua data di laptop habis tak bersisa gara-gara hardisk gue sempet rusak
beberapa waktu lalu.
Sebenernya ga rusak,
cuma salah satu sistemnya ga bisa nerima OS yang gue install. Daan, kalau
dijelasin ke yang bukan bidangnya bisa panjang dan njelimet. Meskipun gue
lulusan Ilmu Komputer, gue suka susah jelasin beberapa hal menyangkut komputer
ke orang yang bidangnya diluar komputer. Jadi gue pakai bahasa yang lebih
sederhana semisal hardisk rusak ini hehe.
Mau numpang curhat
sebentar. Jadi anak IT itu, salah satu susahnya disitu, kadang orang mau tau
permasalahan di komputernya. Taaapi, gue suka susah cari bahasa yang lebih
gampangnya, udah gitu kadang gue habis jelasin panjang lebar, sampai terjatuh
dan tak sanggup bangkit lagi, tenggelam dalam lautan luka dalam, dapetnya cuma
jawaban “udah ah, pusing gue” atau “gatau ah, yang penting lo bisa beresinnya
kan ?” ... Kaya percuma aja tadi gue udah panjang lebar jelasin. Disitu kadang gue
merasa sedih. Minimal dikasih “ooh gitu” udah seneng kok gue. Daripada udah ah,
ga tau ah, ah ah ah.. ikkee... ikkee kimochii...
...
Balik ke tujuan awal gue
bikin tulisan ini. Menceritakan pengalaman gue ke Ciremai.
Habis tahun baru 2014.
Gue diajak teman SMA gue dulu yang namanya Jambek (bukan nama sebenarnya) untuk
mendaki puncak tertinggi Jawa Barat itu. Yang kalau jadi, ini akan jadi kali
kedua gue naik-naik ke puncak gunung setelah yang pertama gue naik ke Merbabu.
Si Jambek ini kebetulan
rumahnya deket sama tempat tinggal gue. Dia punya rencana dengan teman-teman
rumahnya buat mendaki ke Ciremai. Gue yang saat itu sedang santai kuliahnya
langsung setuju, kemudian mengusulkan untuk mengajak Ical, teman SMA gue yang
lain. Ical ini teman dekat dengan Jambek juga, dan kebetulan dia juga bisa
ikut.
Sehingga sekitar bulan
Maret kami berangkat ke Ciremai. Gunung yang sebelumnya cuma bisa gue lihat
dari Tol Pejagan arah Jakarta waktu pulang dari Jogja. Gak nyangka juga ada
yang ngajak gue kesana. Tapi yang awalnya gue kira kuliah gue lagi santai,
ternyata seminggu sebelum gue berangkat, dosen gue ngasih gue project. Buat
aplikasi lengkap dengan penulisannya yang ber- BAB – BAB itu, dikumpulkan
sebulan kurang. Gokil men.. Sebelumnya gue pernah buat hal serupa, itu butuh
waktu sekitar 2 -3 bulan. Ini satu bulan. Kelompok sih tugasnya, jadi bisa
sedikit ringan lah.
...
Malam hari, dirumah gue.
Ical merapat sekitar habis Isya, rencananya kita mau packing. Barang-barang dia
mau ditaruh di dalam keril gue. Daypack dia nantinya mau diisi logistik dan
air. Daypack ini kemudian nantinya bakal lebih berat dari keril gue. Emejing.
Ga lama setelah Ical datang dan packing hampir selesai, Jambek datang kerumah.
Tujuan sama, menitipkan beberapa bawaan dia ke dalam keril gue juga. Si Jambek
ini nantinya bakal bawa keril lain yang gedenya kaya jetpack.
Esok malamnya, sebelum
berangkat. Keril gue timbang, beratnya hampir 30 kg dari batas maksimal beban,
yaitu 25 kg. Kita berangkat menuju Cirebon dengan Bus dari terminal Kampung
Rambutan. Gue dijemput Jambek untuk kemudian kumpul bersama pendaki lainnya.
Mereka lebih senior dari gue. Dan hanya satu yang hampir seumuran dengan gue,
Ical, dan Jambek. Namanya Mbong (bukan nama sebenarnya). Pendaki lain yang
lebih senior dari gue ada Akai (bukan nama sebenarnya), Bapel (bukan nama
sebenarnya), Bang Tabon (bukan nama sebenarnya deh kayaknya), dan satu lagi
Usman (nah kalo ini nama asli). Diantara nama-nama itu, yang paling tua adalah
Bang Tabon, entah karena usia atau apa rambutnya sudah memutih. Tapi dia sudah
hampir semua gunung di Pulau Jawa dia daki. Mungkin saat itu yang paling amatir
adalah gue.
...
Terminal Kampung
Rambutan. Bus bergerak perlahan tapi pasti menuju Cirebon. Lesgooo !!
Di dalam bus antar
Provinsi seperti itu, biasanya akan ada pedagang yang menjajakan dagangannya.
Dan MVP kategori pedagang ter-absurd kali ini jatuh kepada Tukang Salak !
kepada tukang salak yang gue ga tau namanya, silahkan naik ke panggung.
Kenapa absurd.
Kata-kata saat dia menjajakan dagangannya itu lho. Di awal dia buka harga 20rb
per-kilogram. Dengan kalimat “ya saya jual murah aja deh.. ga ambil untung,
udah malem nih mau pulang juga...” dia mulai menawarkan dagangannya dari depan
ke belakang.
Tebak apa ? Ga ada
satupun yang beli. Kemudian improvisasi dimulai. Berangkat dengan “oke saya
kasih lebih murah lagi deh.. 10 ribu per-kilo..” kembali dari depan ke belakang
ia menjajakan dagangannya. Kali ini dia agak maksa jualannya. Begitu sampai
dibelakang dan akan balik lagi ke depan (karena dagangannya ditinggal di depan)
dia mulai mengeluh.. “aduuh, gimana nih... ga ada yang mau beli juga.. mana
udah kebawa jauh...”
Dan begitu sampai di
depan dia bilang “okee 5rb aja sekilo lah gapapa.. saya jual ga ambil untung,
ikhlas aja saya mah”.. Oke, udah nemu ada yang janggal ? nanti kita bahas.
Lanjut dia menawarkan
dagangannya dari barisan bangku paling depan ke belakang satu persatu. Kali ini
setiap satu baris bangku, dia mengeluh “aduuh udah kebawa jauh banget,
aduuh”... teruus aja begitu sampai belakang. Bedanya, sekarang udah ada yang
beli. Beberapa.. Dan kembali kalimat “udah kebawa jauh” itu menggema. Seakan
mem-brainwash para penumpang. Kata-kata yang easy listening itu terus
mengiang-ngiang di kepala gue, dan ternyata teman-teman gue juga. Kalimat
inilah yang menjadi cikal bakal bercandaan selama mendaki Ciremai yang treknya
ruaaar biasa. Saking luar biasanya. Tejo (bukan nama sebenarnya), teman gue
yang pernah mendaki Ciremai ga mau ikut saat gue ajak lagi. Kata dia, pulang
dari sana dia ga bisa jalan sekitar 3 hari. Pegal, kaki digerakin sedikit sakit
katanya.
Oke, saatnya kita
bahas keanehan MVP kita tersebut.
Di awal saat
menjajakan dagangannya 20rb per-kilo. Dia bilang itu ga ambil untung. Belakangan
dia jual 5rb katanya itu jual tanpa ambil untung juga. Jadi pertanyaannya,
siapa nama bapak itu ? eh bukan. Kenapa 20 ribu dibilang ga ambil untung, 5
ribu ga ambil untung juga ? Jadi harga asli salaknya itu berapaaa ? 200 ribu ?
500 ribu sekilo ? Sungguh. Hanya si bapak, dan Allah, juga segelintir orang
yang tahu.
Kemudian kalimat
“aduh, mana udah kebawa jauh” yang terus dikeluhkan. Pertanyaannya, salah siapa
coba ? Salah gue ? Salah sopir ? Salah kenek ? Salah ibu mengandung ? Salah
siapaaa paak ? Jawaaab... Salah siaapaaa ? Salah Darth Vader ? Luke Skywalker ?
Dora the explorer ?? Pertama, dia naik gratis. Turun lagi di terminal. Balik ke
terminal sebelumnya, naik bus gratis lagi. Jadi ya ga masalah kan kebawa jauh ?
sampai Amerika, Somalia, Ajerbaizan, mana aja juga ga masalah dong. Kan gratis.
Awalnya gue iba, tapi jadi ga respek gara-gara cara jualannya yang maksa, dan
keluhan-keluhan serta kebohongan-kebohongan dia. Hayati lelah Paak.. Hayati
lelaahh.
...
Kita dari terminal
Kampung Rambutan sekitar jam 10:30. Dan baru sampai Cirebon sekitar jam 06:00
pagi. Lama, karena di Indramayu kejebak macet. Jalan baru dicor, jadi gantian
satu jalan untuk dua arah. Buka tutup. Dilanjut ganti kendaraan 2 kali, barulah
sampai di Pos Pendakian. Tempat melakukan simaksi. Kira-kira sampai tempat
simaksi jam 2 siang. Cuaca berawan, disertai hati yang sedikit mendung
menyamarkan matahari yang malu-malu muncul. Pret.
Begitu sampai Pos,
kami makan, minum teh hangat, packing ulang, ada juga yang mandi, cuci baju,
cuci piring.. tapi bukan kami, itu warga sekitar. Kita sih cuma makan, minum,
ya ada juga sih yang mandi, cuci muka, gitu-gitu... iya, melakukan gitu-gitu.
Udah rapi semua. Kita
berdoa, ritual wajib setiap akan melakukan sesuatu. Salah satu cara berpolitik.
Ya, berdoa itu aktivitas politik. Jadi yang bilang politik itu kejam, coba
belajar lagi. Yang kejam itu politiknya apa politikusnya ?
Selesai berdoa, kita
woi-woian. Itu loh, yang nyatuin tangan terus teriak woi.
0 komentar:
Posting Komentar